03.23.00
Anonim
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA,
BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA
LAGU KEBANGSAAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. Bahwa bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas,
dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b.
Bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan
bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.
Bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambing negara,
serta lagu kebangsaan Indonesia
belum diatur di dalam bentuk undang-undang;
d.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan;
Mengingat
: Pasal
20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG
TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Putih.
2.
Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang
digunakan di seluruh wilaya Negara Kesatuan Republik Indonesia
3.
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
4.
Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya.
5.
Panji adalah bendera yang dibuat untuk
menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi.
6.
Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan
secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerahdaerah di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.
Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa
Indonesi dan bahasa daerah.
8.
Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan
di bidang pendidikan.
9.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah
daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Persatuan;
b. Kedaulatan;
c. Kehormatan;
d. Kebangsaan;
e. Kebhinnekatunggalikaan;
f. Ketertiban;
g. Kepastian hukum;
h. Keseimbangan;
i. Keserasian; dan
j. Keselarasan.
Pasal 3
Pengaturan
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk:
a.
Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Menjaga kehormatan yang
menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. Menciptakan ketertiban,
kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara,
serta lagu kebangsaan.
BAB II
BENDERA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Bendera Negara Sang Merah
Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari
panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang
kedua bagiannya berukuran sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
(3) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran:
a. 200 cm x
300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
b. 120 cm x
180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
c. 100 cm x 150 cm untuk
penggunaan di ruangan;
d. 36 cm x
54 cm untuk penggunaan di mobil Preside dan Wakil Presiden;
e. 30 cm x
45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
f. 20 cm x
30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
g. 100 cm x
150 cm untuk penggunaan di kapal;
h. 100 cm x
150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i. 30 cm x 45 cm untuk
penggunaan di pesawat udara; dan
j. 10 cm x
15 cm untuk penggunaan di meja.
(4) Untuk
keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang
merepresentasikan Bendera Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5
(1) Bendera Negara yang
dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka
Merah Putih.
(2) Bendera Pusaka Sang Saka
Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Bagian Kedua
Penggunaan Bendera Negara
Pasal 6
Penggunaan
Bendera Negara dapat berupa pengibaran dan/atau pemasangan.
Pasal 7
(1) Pengibaran dan/atau
pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu
antara matahari terbit hingga matahari terbenam.
(2) Dalam keadaan tertentu
pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari.
(3) Bendera Negara wajib
dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara
yang menguasai hak penggunaa rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi
umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dikantor perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri.
(4) Dalam rangka pengibaran
Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan
Bendera Negara kepada warga Negara Indonesia yang tidak mampu.
(5) Selain pengibaran pada setiap
tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan
pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain.
Pasal 8
(1) Pengibaran Bendera Negara
pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional
diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan
kesekretariatan negara.
(2) Pengibaran Bendera Negera
pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur
oleh kepala daerah.
Pasal 9
(1) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di:
a. Istana Presiden dan Wakil
Presiden;
b.
Gedung atau kantor lembaga negara;
c. Gedung atau kantor lembaga
pemerintah;
d. Gedung atau kantor lembaga
pemerintah nonkementerian;
e. Gedung atau kantor lembaga
pemerintah daerah;
f. Gedung atau kantor dewan
perwakilan rakyat daerah;
g. Gedung atau kantor perwakilan
Republik Indonesia
di luar negeri;
h.
Gedung atau halaman satuan pendidikan;
i. Gedung atau kantor swasta;
j. Rumah jabatan Presiden dan
Wakil Presiden;
k. Rumah jabatan pimpinan
lembaga negara;
l. Rumah jabatan menteri;
m. Rumah
jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
n. Rumah jabatan gubernur,
bupati, walikota, dan camat;
o. Gedung atau kantor atau rumah
jabatan lain;
p. Pos perbatasan dan
pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
q. Lingkungan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
r. Taman makam pahlawan nasional.
(2) Penggunaan Bendera Negara di
lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh pimpinan institusi dengan
berpedoman pada Undang-Undang ini;
(3) Penggunaan Bendera Negara di
kantor perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman pada
Undang-Undang ini.
(4) Dalam hal Bendera Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor
perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang
berlaku di negara yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Bendera Negara wajib dipasang
pada:
a. Kereta api yang digunakan
Presiden atau Wakil Presiden;
b. Kapal milik Pemerintah atau
kapal yang terdaftar di Indonesia
pada waktu berlabuh dan berlayar; atau
c. Pesawat terbang milik
Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia.
(2) Pemasangan Bendera Negara di
kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan
kabin masinis.
(3) Pemasangan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal.
(4) Pemasangan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor pesawat
terbang.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 11
(1) Bendera Negara dapat
dikibarkan dan/atau dipasang pada:
a. Kendaraan atau mobil dinas;
b.
Pertemuan resmi pemerintah dan/atau
organisasi;
c. Perayaan agama atau adat;
d. Pertandingan olahraga; dan/atau
e. Perayaan atau peristiwa lain.
(2) Bendera Negara dipasang pada
mobil dinas Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat, Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung,
Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, menteri atau pejabat
setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil
Presiden sebagai tanda kedudukan.
(3) Bendera Negara sebagai tanda
kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada bagian
depan mobil.
(4) Dalam hal pejabat tinggi
pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera
Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil.
Pasal 12
(1)
Bendera Negara dapat digunakan sebagai:
a. Tanda perdamaian;
b. Tanda berkabung; dan/atau
c. Penutup peti atau usungan
jenazah.
(2) Bendera Negara sebagai tanda
perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi
konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Dalam hal Bendera Negara
sebagai tanda perdamaian dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan
pertikaian.
(4) Bendera Negara digunakan
sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden
atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, pimpinan atau
anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah,
dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia.
(5)
Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dikibarkan setengah tiang.
(6)
Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan
selama tiga hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri.
(7) Apabila pimpinan lembaga
negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama
dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan.
(8) Apabila anggota lembaga
negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah
tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang
bersangkutan.
(9) Dalam hal pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara
setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia.
(10) Pengibaran Bendera Negara
setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan kententuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8).
(11) Dalam hal Bendera Negara
sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan pengibaran
Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional, dua Bendera
Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang dan
yang sebelah kanan dipasang penuh.
(12) Bendera Negara sebagai
penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan
Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat
setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah,
kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota
Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara
Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.
(13) Bendera Negara sebagai
penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus
memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas
sebelah kiri badan jenazah.
(14) Bendera Negara sebagai
penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan
dapat diberikan kepada pihak keluarga.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Bendera
Negara
Pasal 13
(1) Bendera Negara dikibarkan
dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera
Negara.
(2) Bendera Negara yang dipasang
pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara.
(3) Bendera Negara yang dipasang
pada dinding, dipasang membujur rata.
Pasal 14
(1) Bendera Negara dinaikkan atau
diturunkan pada tiang secara
perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak menyentuh tanah.
(2) Bendera Negara yang
dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar
dan diturunkan tepat setengah tiang.
(3) Dalam hal Bendera Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu
hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan.
Pasal 15
(1) Pada waktu penaikan atau
penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak
dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau
penurunan Bendera Negara selesai.
(2) Penaikan atau penurunan
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya.
Pasal 16
(1) Dalam hal Bendera Negara
dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan
di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor,
rumah, satuan pendidikan, dan taman makam pahlawan.
(2) Dalam pertemuan atau rapat
yang menggunakan Bendera Negara:
a. Apabila dipasang pada
dinding, Bendera Negara ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah belakang
pimpinan rapat;
b. Apabila dipasang pada tiang,
Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar.
Pasal 17
(1) Dalam hal Bendera Negara
dikibarkan atau dipasang secara berdampingan dengan bendera negara lain, ukuran
bendera seimbang dan ukuran tiang bendera negara sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikibarkan sebagai berikut:
a.
Apabila ada satu bendera negara lain, Bendera Negara ditempatkan
di sebelah kanan;
b.
Apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua bendera
ditempatkan pada satu baris dengan kententuan:
1.
Jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan
di tengah; dan
2.
Apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara
ditempatkan di tengah sebelah kanan.
(3)
Penempatan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara internasional yang
dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat
dilakukan menurut kebiasaan internasional.
(4)
Penempatan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa
bersama-sama dengan bendera negara lain dalam pawai atau defile.
Pasal 18
Dalam hal penandatanganan perjanjian
internasional antara pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat negara
lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a.
apabila di belakang meja pimpinan dipasang
dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan
dan bendera negara lain ditempatkan di sebelah kiri;
b.
bendera meja dapat diletakkan di atas meja
dengan sistem bersilang atau paralel.
Pasal 19
Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara
lain dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah
kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera negara lain.
Pasal 20
Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk
bendera meja dipasang bersama dengan bendera negara lain pada konferensi
internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk delegasi
Republik Indonesia.
Pasal 21
(1) Dalam hal Bendera Negara
dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan
dengan ketentuan:
a. Apabila ada sebuah bendera
atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di sebelah kanan;
b. Apabila ada dua atau lebih
bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara
ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah;
c. apabila Bendera Negara dibawa
dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau
defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan
d. Bendera Negara tidak dipasang
bersilang dengan bendera atau panji organisasi.
(2) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada bendera
atau panji organisasi.
Pasal 22
(1) Bendera Negara yang dipasang
berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan
urutan warna merah putih.
(2) Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi
atau bendera lain.
Pasal 23
Bendera
Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang pada pakaian di dada sebelah
kiri.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 24
Setiap
orang dilarang:
a.
Merusak, merobek, menginjak-injak, membakar,
atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Bendera Negara;
b. Memakai Bendera Negara untuk
reklame atau iklan komersial;
c. Mengibarkan Bendera Negara
yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
d. Mencetak, menyulam, dan
menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun
pada Bendera Negara; dan
e. Memakai Bendera Negara untuk
langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan
kehormatan Bendera Negara.
(1) BAB III
BAHASA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1) Bahasa Indonesia yang
dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan
yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
(2) Bahasa Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional,
sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan
antarbudaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa
resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional,
pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa
media massa.
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen
resmi negara.
Pasal 28
Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan
pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 29
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung
kemampuan berbahasa asing peserta didik.
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan masing
atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.
Pasal 30
Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi
pemerintahan.
Pasal 31
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara,
instansi pemerintah Republik Indonesia,
lembaga swasta Indonesia
atau perseorangan warga Negara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau
perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis
juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat
internasional di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat
digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
(2) Pegawai di lingkungan kerja
lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu
berbahasa Indonesia wajib
mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan
berbahasa Indonesia.
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau
perseorangan kepada instansi pemerintahan.
Pasal 35
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia.
(2) Penulisan dan publikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Pasal 36
(1)
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama
geografi di Indonesia.
(2) Nama geografi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib
digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman,
perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga
pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing
apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri
atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
(2) Informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai
dengan keperluan.
Pasal 38
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi
lain yang merupakan pelayanan umum.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa
asing.
Pasal 39
(1) Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam informasi melalui media massa.
(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus
atau sasaran khusus.
Pasal 40
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pengembangan, Pembinaan, dan
Pelindungan Bahasa Indonesia
Pasal 41
(1) Pemerintah wajib
mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar
tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Pemerintah daerah wajib
mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi
kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi
lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Pemerintah dapat
memfasilitasi warga negara Indonesia
yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya
saing bangsa.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia
Menjadi Bahasa Internasional
Pasal 44
(1) Pemerintah meningkatkan
fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis,
dan berkelanjutan.
(2) Peningkatan fungsi Bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi
oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Lembaga Kebahasaan
Pasal 45
Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri.
BAB IV
LAMBANG NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia
berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan,
perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda.
Pasal 47
(1) Garuda dengan perisai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
mewujudkan lambang tenaga pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal
ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Pasal 48
(1) Di tengah-tengah perisai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa.
(2) Pada perisai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima
buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:
a. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang
bersudut lima;
b.
Dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan
dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
c.
Dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai;
d.
Dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan
atas perisai; dan
e.
Dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.
Pasal 49
Lambang
Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a.
Warna merah di bagian kanan atas dan kiri
bawah perisai;
b.
Warna putih di bagian kiri atas dan kanan
bawah perisai;
c.
Warna kuning emas untuk seluruh burung
Garuda;
d.
Warna hitam di tengah-tengah perisai yang
berbentuk jantung; dan
e.
Warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Pasal 50
Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran
Lambang Negarasebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49
tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lambang Negara
Pasal 51
Lambang
Negara wajib digunakan di:
a.
Dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan
pendidikan;
b. Luar gedung atau kantor;
c. Lembaran negara, tambahan
lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
d. Paspor, ijazah, dan dokumen
resmi yang diterbitkan pemerintah;
e. Uang logam dan uang kertas;
atau
f. Materai.
Pasal 52
Lambang Negara dapat digunakan:
a. Sebagai cap atau kop surat jabatan;
b. Sebagai cap dinas untuk
kantor;
c. Pada kertas bermaterai;
d.
Pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda
jasa, dan tanda kehormatan;
e.
Sebagai lencana atau atribut pejabat negara,
pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas
negara di luar negeri;
Ddalam penyelenggaraan peristiwa resmi;
f.
Dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;
g. Dalam buku kumpulan
undang-undang; dan/atau
h.
Di rumah warga negara Indonesia.
Pasal 53
(1) Penggunaan Lambang Negara di
dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada:
a. Gedung dan/atau kantor
Presiden dan Wakil Presiden;
b. Gedung dan/atau kantor
lembaga negara;
c. Gedung dan/atau kantor instansi
pemerintah; dan
d. Gedung dan/atau kantor
lainnya.
(2) Penggunaan Lambang Negara di
luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada:
a. Istana Presiden dan Wakil
Presiden;
b. Rumah jabatan Presiden dan
Wakil Presiden;
c. Gedung atau kantor dan rumah
jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan
d. Rumah jabatan gubernur,
bupati, walikota, dan camat.
(3) Penggunaan Lambang Negara di
dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di
luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan
pada tempat tertentu.
(4) Penggunaan Lambang Negara
pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan
berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian
tengah atas halaman pertama dokumen.
(5) Penggunaan Lambang Negara
pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
Pasal 54
(1) Lambang Negara sebagai cap
atau kop surat
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah;
e. Mahkamah Agung dan badan
peradilan;
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri dan pejabat setingkat
menteri;
h. Kepala perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh,
konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan
konsul kehormatan;
i. Gubernur, bupati atau
walikota;
j. Notaris; dan
k. Pejabat negara lainnya yang
ditentukan oleh undangundang.
(2) Penggunaan Lambang Negara
sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan
untuk kantor:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah;
e. Mahkamah Agung dan badan
peradilan;
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri dan pejabat setingkat
menteri;
h.
Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal,
konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan;
i. Gubernur, bupati atau
walikota;
j. Notaris; dan
k. Pejabat negara lainnya yang
ditentukan oleh undangundang.
(3) Lambang Negara sebagai
lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada
pakaian di dada sebelah kiri.
(4) Lambang Negara yang digunakan
dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf
f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas.
Pasal 55
(1) Dalam hal Lambang Negara
ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar
Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
a. Lambang Negara ditempatkan di
sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
b. Gambar resmi Presiden
dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah
daripada Lambang Negara.
(2) Dalam hal Bendera Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan
di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.
Pasal 56
(1) Ukuran Lambang Negara
disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam lampiran
yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(2) Lambang Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 57
Setiap
orang dilarang:
a.
Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat
rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Lambang Negara;
b.
Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan
tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
c. Membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama
atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. Menggunakan Lambang Negara
untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB V
LAGU KEBANGSAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 58
(1) Lagu Kebangsaan adalah
Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman.
(2) Lagu Kebangsaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang
ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 59
(1)
Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan:
a. Untuk menghormati Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
b. Untuk menghormati Bendera
Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam
upacara;
c.
Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah;
d.
Dalam acara pembukaan sidang paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah;
e.
Untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan
negara sahabat dalam kunjungan resmi;
f. Dalam acara atau kegiatan
olahraga internasional; dan
g. Dalam acara ataupun kompetisi
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di
Indonesia.
(2) Lagu Kebangsaan dapat
diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a. Sebagai pernyataan rasa
kebangsaan;
b. Dalam rangkaian program
pendidikan dan pengajaran;
c. Dalam acara resmi lainnya
yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat
lain; dan/atau
d. Dalam acara ataupun kompetisi
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Lagu
Kebangsaan
Pasal 60
(1) Lagu Kebangsaan dapat
dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun diperdengarkan
secara instrumental.
(2) Lagu Kebangsaan yang diiringi
alat musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada refrein.
(3) Lagu Kebangsaan yang tidak
diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu kali
ulangan pada bait ketiga stanza pertama.
Pasal 61
Apabila
Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza, bait ketiga pada stanza kedua
dan stanza ketiga dinyanyikan ulang satu kali.
Pasal 62
Setiap
orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan,
wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
Pasal 63
(1) Dalam hal Presiden atau Wakil
Presiden Republik Indonesia
menerima kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan negara lain, lagu
kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya.
(2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam
upacara penyerahan surat
kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar
negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat
duta besar negara lain akan meninggalkan istana.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 64
Setiap
orang dilarang:
a.
Mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama,
katakata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan
kehormatan Lagu Kebangsaan;
b.
Memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan
hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
c.
Menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan
dengan maksud untuk tujuan komersial.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 65
Warga Negara Indonesia berhak dan wajib
memelihara, menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa
dan negara sesuai dengan Undang-Undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 66
Setiap orang yang merusak, merobek,
menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 67
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
setiap orang yang:
a.
Dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk
reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b;
b.
Dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara
yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf c;
c.
Mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka,
gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d;
d.
Dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk
langitlangit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan
kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e.
Pasal 68
Setiap orang yang mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
setiap orang yang:
a.
Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara
yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
b.
Membuat lambang untuk perseorangan, partai
politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai
Lambang Negara; atau
c.
Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 70
Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan
dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina
atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 71
(1) Setiap orang yang dengan
sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu
Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Ketentuan ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 huruf c.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan
yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang
ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 74
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 9 Juli 2009
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 9 Juli 2009
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
ANDI
MATTALATTA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 109
Salinan
sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT
NEGARA RI
Kepala
Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang
Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu
Setiawan
sesuai
dengan aslinya
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG
NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
I.
Umum
Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda
Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut
menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara
lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan
atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang
negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia menjadi kekuatan yang sanggup
menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam sebagai bangsa besar dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahasa Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas.
Penggunaannya oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu
menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur
berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia
ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.
Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal
Ika. Selanjutnya Pasal 36B
menyebutkan bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Pasal-pasal tersebut merupakan
pengakuan sekaligus penegasan secara resmi oleh Negara tentang penggunaan
simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan hingga
kini belum diatur secara lengkap dalam sebuah peraturan perundangundangan. Pada
saat Undang-Undang ini dibentuk, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan Indonesia
diatur dengan Peraturan Pemerintah yang merupakan produk hukum berdasarkan
amanat Undang - Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950. Secara
parsial, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan diatur
dalam berbagai peraturan perundang-undangan menurut kebutuhan isinya.
Bahkan,
pembinaan, pengembangan, dan pelindungan bahasa dan sastra hanya didasarkan
pada hasil rumusan seminar politik bahasa nasional tahun 1974 dan tahun 1999,
yang dikenal sebagai Politik Bahasa Nasional. Peraturan perundang-undangan yang
selama ini mengatur tentang bendera, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan,
antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) yang
menggunakan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat;
penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila;
serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka yang tidak memiliki hak
menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan
Pasal 473.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah (Lembaran Negara
Tahun 1950 Nomor 550), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang
Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor
302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-Undang Nomor 14 PRPS Tahun
1965 Nomor 80), Undang-Undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 1951 tentang Lambang Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1958 No.68);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara Tahun
1958 No.69);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; dan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 62
Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara,
dan Tata Penghormatan.
Pengaturan perihal bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana
diamanatkan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu
segera direalisasikan. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait
dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan yang selama ini masih berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan produk Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian,
standardisasi, dan ketertiban di dalam penggunaan bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan. Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai hal
yang terkait dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang
ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas
persatuan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas
kedaulatan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kekuasaan tertinggi pada
negara.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah
bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
sebagai jati diri yang menunjukkan harga diri, dan kebesaran bangsa dan negara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas
kebangsaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme, kepahlawanan, dan
nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas
kebhinnekatunggalikaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keberagaman penduduk,
agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas
ketertiban” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam penggunaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas
kepastian hukum” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara,
serta lagu kebangsaan harus dapat memberikan kepastian hukum dalam penggunaannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas
keseimbangan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara,
serta lagu kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan dalam hal pengadaan,
penetapan, dan penggunaannya.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas
keserasian” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan harus mencerminkan keserasian dalam hal pengadaan, penetapan,
dan penggunaannya.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas
keselarasan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan harus mencerminkan keselarasan dalam hal pengadaan, penetapan,
dan penggunaannya.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “warna
merah” adalah warna merah jernih yang secara digital mempunyai kadar MHB (Merah
Hijau Biru) atau RGB (Red Green Blue): merah 255, hijau 0, dan biru
0. Warna merah telah lama dikenal dalam mitologi, kesusasteraan, dan sejarah
Nusantara. Warna ini melambangkan keberanian.
Yang dimaksud dengan “warna
putih” adalah warna putih tanpa gradasi secara digital mempunyai kadar MHB:
merah 255, hijau 255, dan biru 255. Warna putih telah lama dikenal dalam mitologi,
kesusasteraan, dan sejarah Nusantara. Warna ini
melambangkan kesucian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “bahan
yang berbeda” misalnya kertas, plastik, dan alumunium.
Yang dimaksud dengan ”ukuran
yang berbeda” adalah besar kecilnya bendera.
Yang dimaksud dengan ”bentuk
yang berbeda” adalah bentuk bendera yang tidak mengikuti bentuk persegi panjang
dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang, misalnya bentuk segitiga,
bujur sangkar, trapesium, jajaran genjang, dan lingkaran.
Pasal 5
Cukup
jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “pengibaran” adalah penaikan
dan penurunan bendera.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu”
adalah:
a.
Keadaan mengobarkan semangat patriotisme
membela tanah air;
b.
Keadaan menghormati kunjungan kepala negara
atau pemerintahan negara lain;
c. Darurat perang;
d. Perlombaan olah raga;
e. Renungan suci;
f. Keadaan sangat bersuka cita;
atau
g. Keadaan sangat berduka cita.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”
adalah termasuk wilayah yurisdiksi alat transportasi udara, laut, dan darat
milik pemerintah ataupun warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang
di luar negeri.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “hari-hari besar nasional di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia”
antara lain:
a.
Tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional;
b.
Tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional;
c. Tanggal 1 Oktober, hari
Kesaktian Pancasila;
d. Tanggal 28 Oktober, hari
Sumpah Pemuda;
e. Tanggal 10 November, hari
Pahlawan.
Yang
dimaksud dengan “peristiwa lain” adalah peristiwa besar atau kejadian luar
biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia,
misalnya kunjungan Presiden atau Wakil Presiden ke daerah dan pada perayaan
dirgahayu daerah.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga negara” adalah
lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan peraturan perundangundangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor atau
rumah jabatan lain” adalah gedung atau kantor atau rumah jabatan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penggunaan bendera pada
kapal-kapal adalah sebagai tanda kehormatan untuk menyatakan kebangsaan dan
identitas kapal-kapal tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “perayaan atau peristiwa
lain” adalah perayaan atau peristiwa yang digunakan sebagai tanda pernyataan
kebangsaan dan kegembiraan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Pengibaran Bendera di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dilakukan di halaman
rumah seluruh warga Negara Indonesia, kantor/gedung pemerintah maupun swasta,
satuan pendidikan, dan seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia di luar negeri.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Ayat (14)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kebiasaan
internasional” adalah segala sesuatu mengenai prosedur atau tata cara dalam
praktek pergaulan internasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “panji organisasi”
termasuk panji kebesaran TNI dan POLRI.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “baris” adalah deretan
bendera yang sejajar dengan satu baris.
Huruf c
Bendera Negara dibawa di depan rombongan
pawai/defile untuk menghormati Bendera Negara.
Huruf d
Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji
organisasi karena tidak sederajat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Bendera Negara dalam ketentuan ini termasuk
representasi Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Yang dimaksud “dokumen resmi negara” adalah
antara lain surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat
identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan “pidato resmi” adalah
pidato yang disampaikan dalam forum resmi oleh pejabat negara atau
pemerintahan, kecuali forum resmi internasional di luar negeri yang menetapkan
penggunaan bahasa tertentu.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah
termasuk perjanjian internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum public
yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara,
organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Perjanjian
internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau
bahasa Inggris.
Khusus dalam perjanjian dengan organisasi
internasional yang digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional.
Ayat (2)
Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian
ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa
Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud “bersifat nasional” adalah
berskala antardaerah dan berdampak nasional.
Ayat (2)
Yang dimaksud “bersifat internasional” adalah
berskala antarbangsa dan berdampak internasional.
Pasal 33
Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja
swasta” adalah mencakup perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan
asing yang beroperasi di Indonesia.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pengembangan bahasa”
adalah upaya memodernkan bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan
pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras bahasa, serta mengupayakan
peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.
Yang dimaksud dengan “pembinaan bahasa”
adalah upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di
semua jenis dan jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai
lapisan masyarakat. Selain itu, pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk
meningkatkan kedisiplinan, keteladanan, dan sikap positif masyarakat terhadap bahasa
Indonesia.
Yang dimaksud dengan “pelindungan bahasa”
adalah upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa melalui penelitian, pengembangan,
pembinaan, dan pengajarannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Yang dimaksud “bahasa internasional” adalah
bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi antarbangsa.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila”
adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno
yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali.
Garuda digunakan sebagai Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
besar dan negara yang kuat.
Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng
yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai
bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai
tujuan.
Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka
Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular.
Kata bhinneka merupakan
gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan
kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sayap
garuda berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu
45” adalah lambing tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang
melukiskan katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis
katulistiwa.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Mata rantai bulat yang berjumlah 9
melambangkan unsure perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8 melambangkan
unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung menyambung tidak
terputus yang melambangkan unsur generasi penerus yang turun temurun.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai dengan
hymne yang menempatkan pakaian (sandang) dan makanan (pangan) sebagai simbol
tujuan kemakmuran dan kesejahteraan.
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “warna kuning emas”
adalah warna kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB: merah 255,
hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau
keluhuran Negara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah
warna hitam yang secara digital mempunyai kadar MHB: merah 0, hijau 0, biru 0.
Warna hitam menggambarkan siklus dan jalinan
kehidupan umat manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “warna alam” adalah
warna-warna yang menyerupai warna benda dan makhluk hidup yang ada di alam.
Warna-warna itu menggambarkan semangat dan
dinamika kehidupan di alam semesta ini.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang
Negara di dalam gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan kewibawaan negara
yang penggunaannya dibatasi hanya pada kantor dinas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga negara” antara
lain:
Presiden dan Wakil Presiden, Menteri dan
pejabat setingkat menteri, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor
lain” adalah gedung sekolah, kantor perusahaan swasta, organisasi dan
lembaga-lembaga.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang
Negara di luar gedung atau kantor” adalah penggunaan Lambang Negara sebagai lambang
keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka sebelah luar pada rumah
jabatan (ambtswoning) yang disediakan khusus untuk pejabat negara.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu” adalah
tempat yang pantas, menarik perhatian orang, mudah dilihat, dan tampak baik bagi
pandangan mata semua orang yang datang dan berada di gedung atau kantor
tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “badan peradilan” antara
lain Mahkamah Konstitusi
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat
dari bahan yang kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan
corsemen, metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat,
sehingga bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk
waktu yang lama, tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”strofe” adalah stanza
dalam musik.
Ayat (3)
Stanza dalam lagu Indonesia Raya terdiri atas
tiga bait. Bait ketiga biasa dikenal dengan refrein.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Yang dimaksud dengan ”berdiri tegak dengan
sikap hormat” pada waktu lagu kebangsaan diperdengarkan/dinyanyikan adalah
berdiri tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna, meluruskan lengan
ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari menghadap ke depan merapat
pada paha disertai pandangan lurus ke depan.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Yang dimaksud dengan “dilarang
memperdengarkan atau menyanyikan Lagu Kebangsaan dengan nada-nada, irama,
iringan, kata-kata dan gubahan-gubahan lain” adalah agar Lagu Kebangsaan tidak
dinyanyikan secara sembarangan dan keluar dari derajat dan kedudukannya sebagai
Lagu Kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud dilarang memperdengarkan, menyanyikan,
dan menggunakan Lagu Kebangsaan untuk bahan dan alat reklame dan/atau kegiatan komersial
dalam bentuk apapun adalah agar Lagu Kebangsaan tidak digunakan untuk meraih
keuntungan komersial tertentu yang melecehkan kedudukan Lagu Kebangsaan
tersebut.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5035
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR :
24 Tahun 2009 2009
TANGGAL
: 9 Juli 2009
Warna:
Warna Merah : MHB (RGB) :
merah 255, hijau 000, dan biru 000
Warna Putih : MHB (RGB) :
merah 255, hijau 255, dan biru 255
Warna Kuning Emas : MHB (RGB)
: merah 255, hijau 255, dan biru 000
Warna Hitam : MHB (RGB) :
merah 000, hijau 000, dan biru 000
Perbandingan Ukuran:
Jarak A – B = 12
Jarak C – D = 13 ½
Jarak E – F = 16
Jarak G –H = 15 ½
Jarak I – J = 17
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 24 Tahun 2009 2009
TANGGAL
: 9 Juli 2009
LIRIK
LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA
VERSI
ASLI DENGAN TIGA STANZA
Stanza
1:
Indonesia
Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe
Di
sanalah Akoe Berdiri Djadi Pandoe Iboekoe
Indonesia
Kebangsaankoe Bangsa Dan Tanah Airkoe
Marilah
Kita Berseroe Indonesia Bersatoe
Hidoeplah
Tanahkoe Hidoeplah Negrikoe
Bangsakoe
Ra'jatkoe Sem'wanja
Bangoenlah
Djiwanja Bangoenlah Badannja
Oentoek
Indonesia Raja
(Reff:
Diulang 2 kali, red)
Indonesia
Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia
Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja
Stanza
2:
Indonesia
Tanah Jang Moelia Tanah Kita Jang Kaja
Di
sanalah Akoe Berdiri Oentoek Slama-Lamanja
Indonesia
Tanah Poesaka P'saka Kita Semoeanja
Marilah
Kita Mendo'a Indonesia Bahagia
Soeboerlah
Tanahnja Soeboerlah Djiwanja
Bangsanja
Ra'jatnja Sem'wanja
Sadarlah
Hatinja Sadarlah Boedinja
Oentoek
Indonesia Raja
(Reff:
Diulang 2 kali, red)
Indonesia
Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia
Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja
-Stanza
3-
Indonesia
Tanah Jang Seotji Tanah Kita Jang Sakti
Di
sanalah Akoe Berdiri 'Njaga Iboe Sedjati
Indonesia
Tanah Berseri Tanah Jang Akoe Sajangi
Marilah
Kita Berdjandji Indonesia Abadi
S'lamatlah
Ra'jatnja S'lamatlah Poetranja
Poelaoenja
Laoetnja Sem'wanja
Madjoelah
Negrinja Madjoelah Pandoenja
Oentoek
Indonesia Raja
(Reff:
Diulang 2 kali, red)
Indonesia
Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah
Indonesia Raja
0 komentar :
Posting Komentar